DILEMATIS VAKSIN MERAH PUTIH; Satu Lagi Hasil karya Dalam Negeri yang Luput Dari Dukungan
Sekitar pertengahan tahun 2020, virus covid-19 menyebar dengan cepat di Kota Wuhan, China yang membuat gempar banyak negara dan menyebabkan banyak kota dan negara menerapkan kebijakan quarantine atau lockdown. Setelah berita tentang virus Covid-19 sampai di Indonesia, banyak dari masyarakat yang sudah panik dengan membeli banyak perlengkapan protocol kesehatan seperti masker, baju APD, bahkan banyak yang sudah memborong bahan kebutuhan pokok karena berita virus covid-19. Berselang beberapa hari setelah beberapa dari WNI positif virus covid-19 di Jakarta dan Depok, Pemerintah langsung meliburkan sekolah, menerapkan work from home bagi pekerja, dan membatasi kegitan ekonomi lainnya selama 2 minggu tetapi kenyataannya virus ini membuat lumpuh perekonomian dan banyak dari masyarakat kehilangan mata pencaharian dan juga kehilangan anggota keluarga, kerabat, dan teman yang meninggal karena terkena virus covid-19. Pemerintah pun juga terkena dampak dari virus ini, pemasukan pemerintah dari pariwisata dan sebagainya pun berkurang karena pembatasan jumlah turis dan pelarangan banyak negara untuk memasuki Indonesia karena kasus covid-19 nya yang masih meningkat dan banyak.
Banyak negara seperti Amerika Serikat, Inggris, India, China, dan masih banyak lagi yang berusaha untuk membuat vaksin yang bisa menguatkan imun tubuh masyarakatnya agar kuat menghadapi virus ini. Dari berbagai vaksin yang sudah diakui oleh Lembaga kesehatan dunia WHO seperti Pfizer yang dibuat bekerja sama dengan perusahaan jerman, BioNTech, Moderna yang sudah masuk ke Indonesia pada bulang Agustus tahun 2021, Sinovac yang berasal dari China dan sudah digunakan sejak awal oleh pemerintah Indonesia bersama Sinopharm untuk para nakes, pekerja di bidang esensial, dan para lansia, Astrazaneca yang dikembangkan di Oxford University dan juga datang dan digunakan di Indonesia setelah vaksin Sinovac datang, serta banyak vaksin lain yang sudah dikembangkan seperti Johnson & Johnson yang digunakan oleh warga Amerika Serikat dan lain-lain.
Dengan bertujuan untuk mencapai herd immunity dan menurunkan angka kasus sakit dan kematian yang diakibatkan oleh virus covid-19, Pemerintah Indonesia terus menggerakkan program vaksin bagi semua kalangan baik Lansia, middle ages, muda, dan anak-anak yang umurnya diatas 12 tahun. Pemerintah meyediakan program vaksinasi dengan gratis di banyak rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Bahkan, banyak di tempat umum seperti tempat pembelanjaan umum, gedung olahraga, dan lapangan yang digunakan sebagai tempat vaksinasi gratis yang hanya memiliki syarat dengan membawa KTP atau Kartu Keluarga agar banyak masyarakat bisa mendapatkan vaksin.
Berawal dari kemandirian, Indonesia pun tidak mau tertinggal dengan negara-negara yang industri obat-obatan sudah maju dan yang sudah bisa membuat vaksin. Melalui mantan Menteri Kesehatan Indonesia, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K), Pemerintah bekerja sama dengan 2 lembaga yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan 4 Universitas yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Mengembangkan vaksin hasil karya anak bangsa yaitu Vaksin Merah Putih dengan pengawasan dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk mengembangkan vaksin ini.
Walaupun sudah melakukan uji klinik 1 dan 2 dan lolos, tetapi masih banyak pro dan kontra yang timbul di masyarakat. Beberapa orang di masyarakat yang kontra dengan vaksin merah putih ini masih ragu dengan keefektivan dari vaksin yang dikembangkan oleh anak bangsa. BPOM sebagai pengawas dari penelitian dan pengembangan dari vaksin merah putih ini menemukan kejanggalan di dalam penelitiannya yang menyebabkan banyak dari kalangan masyarakat meminta agar penelitian dan pengembangan vaksin merah putih ini dihentikan karena terdapat dalam beberapa kejanggalan dalam pengembangannya seperti tidak adanya validasi dan stadarisasi terhadap metode pengujian, hasil penelitian pun berbeda-beda dengan alat ukur yang tak sama serta tidak dibuat dalam kondisi steril yang disebutkan BPOM.
Berbagai pro dan kontra yang muncul di masyarakat Indonesia tentang pengembangan vaksin seharusnya bisa menjadi dorongan agar pengembangan vaksin merah putih yang dilakukan oleh peneliti dan 2 lembaga dan 4 universitas ini bisa menjadi vaksin nasional yang digunakan di Indonesia, mengurangi impor vaksin yang sebelumnya dilakukan, serta menunjukkan kemampuan kemandirian bangsa dalam membuat vaksin yang dapat diakui di dunia internasional. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2020, negara terus berusaha dalam pengembangan vaksin merah putih mulai dari pendanaan dari sisi finansial, pengadaan, dan distribusi yang termasuk di dalamnya adalah hubungan yang dilakukan secara komprehensif antar Lembaga dan kementrian yang terkait. Dukungan atas vaksin merah putih ini juga datang dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana beberapa anggota ingin dijadikan sebagai relawan uji klinik.
Dari hal-hal yang disebutkan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pengembangan vaksin merah putih ini harus kita dukung agar Bangsa Indonesia memiliki kemandirian dalam mengembangkan vaksin yang digunakan untuk melawan virus covid-19 yang menyebabkan banyak sektor esensial menjadi limpuh dan diharapkan juga dari pengembangan vaksin ini, keadaan negara kita bisa kembali normal kembali.
Nama : Ardhani Priyangga Setyawan
NIM : 042111333252
Comments
Post a Comment